TK Al Azhaar Tulungagung Mengadakan Pelatihan Menulis Artikel di Web.

TK Al Azhaar Tulungagung Mengadakan Pelatihan Menulis Artikel di Web.

Tkalazhaar.sch.id – TK Al Azhaar Tulungagung Mengadakan Pelatihan Menulis Artikel di Web. Hari ini, Sabtu 30 Nopember 2019, bertempat di salah satu kelas, Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Al Azhaar mengadakan pelatihan menulis artikel untuk dipostikngkan di web, bagi guru-guru TK Islam Al Azhaar Tulungagung. “Alhamdulillah kita sudah punya web sekolah yang baru, yaitu Tkalazhaar.sch.id. Web yang akan kita isi dengan konten-konten TK kita sehingga nantinya orang yang melihat web kita akan tahu TK kita itu seperti apa.” Kata ustadzah Yuli kepala TK Al Azhaar Tulungagung.

Acara pelatihan menulis artikel itu dihadiri oleh seluruh guru TK Al Azhaar, berjumlah 15 orang asatidz dan dimulai seusai pulang santri-santrinya, yaitu pukul 11.00.

Dalam sambutan singkatnya Kepala Sekolah, ustadzah Yuli  menyampaikan pesan kepada para peserta bahwa kita sangat perlu menghidupkan website sekolah kita tkalazhaar.sch.id yang baru jadi ini. Hal ini dikarenakan kita sudah memasuki era milenial, era 4.0. yaitu era yang ditandai dengan kemajuan teknologinya. Dengan mengisi website dengan konten seputar TK Al Azhaar insyaallah tk kita akan lebih dikenal baik didunia nyata maupun dunia maya. |

Pelatihan singkat dan padat itu dampingi oleh ustadz zainul mukhtar, tim pengembangan Al Azhaar tulungagung.

Dalam pelatihan menulis artikel itu diberikan sedikit teori dan banyak praktek. Artinya hanya mengungkapkan sedikit teori2 kepenulisan artikel di blog/web, seo of page dan seo on page secara garis besar shg bisa masuk traffic google,  dan motivasi untuk istiqomah dalam praktek menulis dan meng-uploud tulisan di website.

Ya menulis artikel sebagai jiwanya web itu lebih penting dari sekedar teori.  Alhamdulillah para guru yang rata2 sudah berpendidikan tinggi itu sangat antusias untuk berusaha selalu menulis. Para peserta sdh ada yang jadi tulisannya, namun karena perlu penyempurnaan dalam penulisannya, maka mereka meminta untuk diselesaikan di rumah sambil diedit dan disempurnakan.

Semua peserta antusias dalam mengikuti acara tersebut.

TK Al Azhaar Tulungagung Mengadakan Pelatihan Menulis Artikel di Web.

Semoga kedepannya TK Al Azhaar Tulungagung lebih maju lagi, tidak hanya dalam hal program kerja sekolah dan penanganan anak, tapi juga dalam hal menguasai IT termasuk dalam hal mengisi web tkalazhaar.sch.id.

Aamiin.

Apa Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anaknya?

Apa Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anaknya?

TkAlazhaar.sch.id. Apa Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anaknya?

Psikolog keluarga Anna Surti Ariani (Nina) mengungkap bahwa peran keluarga memang sangat penting dalam perkembangan dan pendidikan anak. “Bicara tentang pendidikan anak, tentu ini tidak hanya tentang mengajari anak untuk bisa melakukan sesuatu atau memikirkan sesuatu. Pendidikan itu juga termasuk membuat anak menjadi individu yang lebih dewasa dan matang, untuk kehidupannya dalam jangka panjang, seumur hidupnya, bukan hanya ketika di usia sekolah. Artinya, peran keluarga menjadi sangat besar, karena terkait dengan semua aspek perkembangan dan pendidikan anak,” papar Nina.

Lalu, apa lagi yang harus kita perhatikan dan terapkan sehari-hari untuk mendukung pendidikan anak?

Dorongan agar orang tua lebih terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka saat ini memang makin gencar dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI, yang sekarang juga memiliki Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga. Laman Kemdikbud pun sekarang dibuat lebih menarik, informatif, dan bersahabat bagi orang tua. Bahkan secara khusus terdapat laman Sahabat Keluarga. Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan, saat menjabat Menteri Pendidikan dan Kedubayaan (Mendikbud) RI, menekankan pentingnya peran keluarga sebagai penyokong pendidikan anak-anak. Orang tua tidak sekadar diajak untuk lebih terlibat, tidak boleh lagi cuek dan menyerahkan urusan pendidikan kepada guru di sekolah saja, tetapi juga menerapkan pendidikan serta pengasuhan yang menumbuhkan bagi anak-anak mereka. Berulang kali pula, Anies mengingatkan kita akan gagasan-gagasan cemerlang Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia, yang banyak menekankan konsep pendidikan berbasis keluarga.

Pakar pendidikan Bukik Setiawan, dalam bukunya Anak Bukan Kertas Kosong, menuliskan 3 pemikiran Ki Hadjar Dewantara, yang salah satunya adalah pentingnya peran keluarga dalam pendidikan anak. Keluarga adalah pusat pendidikan. Orang tua mungkin bisa mendelegasikan pengajaran kepada kaum ahli, tetapi pendidikan anak tetaplah menjadi tanggung jawab orang tua. Peran orang tua tidak tergantikan oleh sekolah, lembaga pendidikan, ataupun lembaga bakat. Bukik mengingatkan kita pada tulisan Ki Hadjar yang mengatakan, “Pokoknya pendidikan harus terletak di dalam pangkuan ibu bapa, karena hanya dua orang inilah yang dapat berhamba pada sang anak dengan semurni-murninya dan se-ikhlas-ikhlasnya, sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang cinta kasih tak terbatas.”

Beberapa mama yang berbagi cerita dengan Parenting Indonesia sepakat bahwa orang tua harus mengambil peran terbesar dalam menerapkan pendidikan bagi anak-anak mereka, tak peduli seberapa sibuk mereka dengan urusan pekerjaan. Secara luwes, mereka berbagi porsi atau peran dan saling melengkapi. “Suami lebih banyak mengasah motorik kasar anak dengan mengajak anak berolahraga, sementara saya lebih ke motorik halusnya, misalnya. Tetapi, anak bisa belajar dengan siapa yang dia suka. Mungkin suatu saat dengan saya, di kesempatan lain dengan papanya. Kadang yang menegakkan peraturan adalah papanya, sementara saya juga bisa tegas dalam memberi sanksi, jika anak melanggar peraturan,” ungkap Maya Safrina, ibu rumah tangga, mama dari Dira.

Sementara, Dian Putri, mama dari Dafi (9), lebih menekankan pembagian porsi pada urusan ‘software’ anak. “Sebagai mama, porsi terbesar saya adalah sebagai motivator pembentuk akhlak anak, kasih sayang, serta empati. Sementara, sebagai papa, suami saya mempunyai peran membentuk jiwa tanggung jawab, disiplin, role model dalam sikap dan pembentukan karakter kuat dan pemberani, terutama karena anak kami laki-laki,” papar Dian.

disarikan dari: parenting.co.id

TK Islam Al Azhaar Tulungagung

TK Islam Al Azhaar Tulungagung

Tkalazhaar.sch.id. TK Islam Al Azhaar Tulungagung

Taman kanak-kanak (TK) adalah jenjang pendidikan anak usia dini (usia 6 tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK ditekankan pada pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Lama masa belajar seorang murid di TK biasanya tergantung pada tingkat kecerdasannya yang dinilai dari rapor per semester. Secara umum untuk lulus dari tingkat program di TK selama 2 (dua) tahun, yaitu:

TK 0 (nol) Kecil (TK kecil) selama 1 (satu) tahun

TK 0 (nol) Besar (TK besar) selama 1 (satu) tahun

Di Indonesia, seseorang tidak diwajibkan untuk menempuh pendidikan di TK.

Pembelajaran di TK di TK Al Azhaar Tulungagung

Di TK, siswa diberi kesempatan untuk belajar dan diberikan kurikulum pembelajaran yang sesuai dengan usia pada tiap-tiap tingkatannya. Siswa diajarkan mengenai hal berikut ini:

agama,

budi bahasa,

berhitung,

membaca (mengenal aksara dan ejaan),

bernyanyi,

bersosialisasi dalam lingkungan keluarga dan teman-teman sepermainannya, dan

berbagai macam keterampilan lainnya.

Tujuan belajar di TK adalah meningkatkan daya cipta anak-anak dan memacu mereka untuk belajar mengenal berbagai macam ilmu pengetahuan melalui pendekatan nilai budi bahasa, agama, sosial, emosional, fisik, motorik, kognitif, bahasa, seni, dan kemandirian. Semua dirancang sebagai upaya mengembangkan daya pikir dan peranan anak dalam hidupnya.

Waspada! Kecanduan Game Bisa Akibatkan Anak Gangguan Mental

Waspada! Kecanduan Game Bisa Akibatkan Anak Gangguan Mental

Tkalazhaar.sch.id. Waspada! Kecanduan Game Bisa Akibatkan Anak Gangguan Mental

Banyak orangtua melonggarkan aturan bermain game pada saat liburan sekolah anak. Waktu bermain game anak saat liburan, entah bermain game konsol, game komputer, ataupun game online di handphone, cenderung untuk tidak lagi dibatasi.

Namun hati-hati, hal ini justru dapat membuat anak terlanjur jadi kecanduan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) kini menggolongkan kecanduan main game sebagai gangguan mental. Waduh!

Kecanduan main game adalah gangguan mental baru menurut WHO. Dikutip dari laman resmi WHO, Badan Kesehatan Dunia ini berencana menerbitkan buku panduan International Classification of Diseases (ICD-11) pada tahun 2018 ini dengan memasukkan kecanduan main game sebagai salah satu kategori gangguan jiwa baru, disebut sebagai gaming disorder (GD).

Gaming disorder diusulkan untuk dimasukkan di bawah kategori besar “Gangguan mental, perilaku, dan perkembangan saraf”, khususnya di bawah subkategori “Gangguan penyalahgunaan zat atau perilaku adiktif.”

Ini berarti pakar kesehatan di seluruh dunia menyetujui bahwa kecanduan main game dapat memiliki dampak yang menyerupai kecanduan alkohol atau obat-obatan terlarang.

Usulan ini dibuat karena melihat adanya bukti peningkatan pesat dalam kasus kecanduan game dari berbagai belahan dunia, yang juga disertai dengan permintaan rujukan terapi pengobatan di dokter.

Apa gaming disorder?

Kecanduan main game ditandai dengan ketidakmampuan diri untuk mengendalikan hasrat bermain, sehingga susah dan/atau tidak mampu untuk menghentikan perilaku tersebut — terlepas dari segala upaya yang dilakukan untuk menghentikannya.

Tanda dan gejala klasik dari kecanduan game adalah:

  1. Selalu menghabiskan waktu yang lama untuk bermain, bahkan durasinya makin meningkat dari hari ke hari.

  2. Merasa mudah marah dan tersinggung saat dilarang atau diminta berhenti bermain game. 

  3. Selalu berpikir tentang game tersebut ketika sedang mengerjakan aktivitas lainnya.

  4. Hilangnya kendali diri ini membuat pecandu game cenderung menomor satukan gaming dalam hidupnya sehingga akan melakukan berbagai cara untuk dapat menuntaskan hasrat akan candunya, tak peduli atas konsekuensi dan risikonya.

Apa yang menyebabkan anak kecanduan game?

Setiap benda atau hal-hal yang membuat seseorang merasa senang akan merangsang otak menghasilkan dopamin, hormon pembuat bahagia. Dalam keadaan normal, hal ini tidak akan menyebabkan kecanduan. Hanyalah rasa bahagia dan puas pada umumnya.

Akan tetapi saat seseorang mengalami kecanduan, objek yang membuat senang tersebut malah merangsang otak menghasilkan dopamin yang berlebihan.

Jumlah dopamin yang kelewat batas akan mengacaukan kerja hipotalamus, bagian otak yang bertanggung jawab mengatur emosi dan suasana hati sehingga membuat seseorang merasa sangat bahagia tidak wajar, bersemangat, dan percaya diri berlebihan hingga merasa ‘teler’.

Efek membahagiakan ini akan membuat tubuh secara otomatis ketagihan untuk merasakannya lagi. Pada akhirnya, efek ini membuat seseorang terus menggunakan candu tersebut secara berulang dalam frekuensi dan durasi yang lebih tinggi demi memuaskan kebutuhan akan kebahagiaan ekstrem tersebut.

 Jika hal ini terus terjadi berkepanjangan, lama-lama akan merusak sistem dan sirkuit reseptor motivasi dan penghargaan otak sehingga menyebabkan kecanduan.

Apakah semua pemain game berisiko kecanduan?

Dalam batas wajar, bermain game tentu tidak dilarang. Bermain game dapat menjadi aktivitas pengusir stres yang baik dan juga bermanfaat bagi kesehatan otak.

Ada sejumlah bukti medis yang mengatakan bahwa bermain game dapat dijadikan terapi alternatif mengobati gangguan mental seperti Alzheimer dan ADHD. Pasalnya selama bermain game, otak akan dituntut untuk bekerja keras mengatur fungsi kognitif (misalnya perencanaan strategi) yang dibarengi dengan kerja fungsi motorik yang kompleks (misalnya, sambil melihat layar juga harus menggerakkan tangan untuk menekan tombol).

Nah jika hobi ini tidak dikendalikan, barulah bisa berkembang menjadi kecanduan.

Untuk dokter atau ahli gangguan jiwa dapat mendiagnosis gaming disorder, gejala dan tanda perilaku dari kecanduan game haruslah terjadi secara terus-menerus paling tidak selama 12 bulan dan menunjukkan “efek samping” gangguan berat pada pribadi si pecandu, seperti perubahan kepribadian, karakteristik, perilaku, kebiasaan, hingga bahkan fungsi otak.

Seseorang juga disebut kecanduan apabila candunya juga telah menyebabkan gangguan atau bahkan konflik pada hubungan sosialnya dengan orang lain maupun di lingkungan keluarga, sekolah atau sekitar.

Disarikan dari: edukasi.kompas.com

Bagaimana Cara Orang Tua Tentukan Keberhasilan Pendidikan Anak

Bagaimana Cara Orang Tua Tentukan Keberhasilan Pendidikan Anak

tkalazhaar.sch.id. Bagaimana Cara Orangtua Tentukan Keberhasilan Pendidikan Anak – Peran orangtua dalam hal mendidik dan mengasuh dipastikan berubah sesuai tumbuh kembang anak-anaknya. Namun, satu hal yang tidak berubah adalah konsistensi orangtua. Orangtua akan selalu menjadi model pembelajaran bagi anak-anaknya.

Menurut pakar psikologi perkembangan dari Tuft University Boston, Dalton Miller Jones, ada beberapa hal yang harus konsistensi orangtua jalankan dalam hal mengasuh dan mendidik anak-anaknya:

Teladan untuk belajar

Saat usia dini, orangtua adalah guru pertama anak-anak dalam hal menjelajahi alam, membaca bersama, memasak bersama, dan menghitung bersama. Ketika si anak mulai sekolah, tugas orangtua adalah menunjukkan, bagaimana sekolah dapat memperluas pembelajaran yang diberikan di rumah, dan betapa menarik dan bermakna pembelajaran itu.

Saat anak-anak tumbuh menjadi anak-anak usia sekolah, orangtua menjadi pelatih pembelajaran melalui bimbingan dan pengingat. Orangtua juga membantu anak-anak mengatur waktu dan mendukung keinginan untuk belajar hal-hal baru di dalam dan di luar sekolah.

Perhatikan hal kesukaan anak 

Salah satu hal terpenting yang dapat dilakukan orangtua adalah memerhatikan anaknya. Apakah dia seorang pembicara atau apakah dia pemalu? “Cari tahu apa yang menarik baginya dan bantu dia menjelajahinya. Biarkan anak menunjukkan cara yang ia sukai untuk belajar,” ujar Dalton.

Sesuaikan cara belajar anak

Beberapa anak belajar secara visual melalui pembuatan dan melihat gambar, yang lain melalui pengalaman sentuhan, seperti membangun menara blok dan bekerja dengan tanah liat. Yang lain lagi adalah pembelajar pendengaran yang paling memperhatikan apa yang mereka dengar.

Mereka mungkin tidak belajar dengan cara yang sama seperti kakak atau adik mereka lakukan. Dengan memperhatikan bagaimana anak belajar, orangtua mungkin dapat mengalihkan minatnya dan menjelaskan topik-topik sulit dengan menggambar bersama, membuat bagan, membuat model, atau bahkan menyanyikan lagu.

Latih apa yang anak pelajari di sekolah.

Banyak guru mendorong orangtua untuk mempelajari apa yang dipelajari anak-anak di sekolah dengan cara yang tidak terlalu menekan dan untuk mempraktekkan apa yang mungkin mereka perlu tambahan bantuan di rumah.

Sisihkan waktu membaca bersama

Bacalah di depan anak-anak, bahkan untuk anak-anak yang lebih tua. Jika anak malas dalam membaca, maka membacakan cerita akan memaparkannya pada struktur dan kosa kata sastra yang baik akan membuatnya tertarik untuk membaca lebih banyak. Hubungkan yang anak pelajari dalam kehidupan sehari-hari Jadikan belajar sebagai bagian dari pengalaman sehari-hari anak, terutama ketika keluar pertanyaan dari si anak. Contohnya, ketika mengendarai mobil, cobalah mengajak anak menghitung pelat nomor dan berbicara tentang suatu daerah yang dilewati.

Contoh lain, saat menyalakan blender, diskusikan cara kerjanya bersama. Ketika anak mempelajari cuaca, bicaralah tentang mengapa cuaca sangat panas di pantai. Lakukan dalam bentuk diskusi dan mendengarkan ide-ide anak daripada “menuangkan informasi” ke dalam kepala mereka.

Jangan terlalu menjadwalkan anak 

Jangan terlalu mendorong anak-anak mengisi waktu dengan melakukan banyak kegiatan ekstra kurikuler atas banyak les tambahan. Pantau anak untuk melihat bahwa ia benar-benar menikmati apa yang dilakukannya. Jika tidak, jangan paksakan anak mengikuti tambahan eskul atau les.

Menonton TV  dan main gawai seminimal mungkin

Menonton TV dan main gawai terlalu sering dan lama tidak memberi anak-anak kesempatan untuk mengembangkan minat mereka sendiri dan mengeksplorasi sendiri. Pergunakan waktu anak untuk juga melakukan kegiatan seperti membaca buku, mainan, kerajinan tangan dan bergaul dengan teman. 

Disarikan dari edukasi.kompasiana.com